PENGMIS
BERDASI
Page I : Pengemis Berdasi
Agak siang, saat warto memulai aktifitas runtuknya. Seperti biasanya, ia melipat-lipat karung besar dan cukup panjang, juga gancu. Menyematkan topi warna hijau pletas, juga baju selayaknya, lantas keluar dari rumah sederhananya. Saat ia berbalik setelah menggrendel rumahnya dengan sisipan ranting kecil untuk menahan pintu, ia sedikit dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tampak telah menunggunya keluar. Seorang laki-laki yang menatapnya aneh, lantas bertanya padanya
Agak siang, saat warto memulai aktifitas runtuknya. Seperti biasanya, ia melipat-lipat karung besar dan cukup panjang, juga gancu. Menyematkan topi warna hijau pletas, juga baju selayaknya, lantas keluar dari rumah sederhananya. Saat ia berbalik setelah menggrendel rumahnya dengan sisipan ranting kecil untuk menahan pintu, ia sedikit dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang tampak telah menunggunya keluar. Seorang laki-laki yang menatapnya aneh, lantas bertanya padanya
“Warto?”
“Iya, saya.”
“Bisa ikut saya
sebentar?”
“Saya tidak ada
hubungannya dengan aksi demo yang kemarin. Kalau kalian mau gusur, ya gusur
saja, toh saya bisa pindah ke wilayah lain.”
Laki-laki itu
tersenyum, dan segera menenangkan warto yang mungkin merasa tidak nyaman.
“Bukan, bukan.
Saya diminta bos saya untuk menjemput anda. Tapi tidak ada sangkut pautnya
dengan hal yang anda bicarakan tadi.”
Warto menatap
laki-laki itu dengan tatapan makin tajam, yang seakan menelisik tiap senti pemikiran
dari orang itu.
“Maaf, jika saya
datang mendadak, dan mungkin terkesan kurang sopan. Mari, silahkan ikut saya.”
Pinta laki-laki tersebut yang tampak berusaha ramah pada warto yang memegang
gancu di tangan kanannya.
Warto di giring menuju mobil yang
sedari tadi berhenti tidak jauh dari rumah sederhanya. Ketika hendak masuk
mobil, laki-laki itu meminta dengan sopan
“Maaf, gancu dan
karungnya bisa ditinggal?” warto menatap dengan tajam kearah laki-laki itu.
“Memang kenapa?”
“Aah, tidak
tidak. Tidak apa-apa. Silahkan di bawa. Biar saya duduk di depan bersama
supir.”
Mesin mobil yang
sedari tadi hidup, lantas meluncur pergi meniti lagi jalanan sempit
bergelombang juga berkelok keluar menuju jalanan besar.
Selama lima menit, tak ada kata dari
ketiga orang di dalam mobil. Warto tak pernah sedetikpun melepaskan gancu dan
karung dari tanganya. Sesekali, dua orang di kursi depan menatapnya dengan
tatapan aneh, lantas jika terlihat oleh mata warto, dibalas dengan tatapan yang
segera buru-buru mereka alihkan.
Mobil memasuki kawasan parkir sebuah
restoran yang cukup di kenal. Setelah pelan sekali, mobil parkir yang bahkan di
tempat khusus, orang yang menjemputnya, keluar dan membukakan pintu mobil untuk
warto. Lantas ia dibimbing masuk menuju pintu utama, matanya sama sekali tidak
terkesan takjub pada apa yang ia lihat. Tak ada satupun orang di dalam resto.
Hanya tampak seseorang berdasi yang duduk di dekat jendela yang sedang
bertopang dagu pada kedua tangan yang saling bersilang. Orang itu melihat
kedatangan warto melempar senyum dan berdiri menyambutnya. Lantas mengulurkan
tangan pada warto.
“Cukup lama
setelah hari itu.” Dan di balas tangan oleh warto.
“Silahkan duduk.
Tolong, buat dirimu nyaman.”
Warto sama sekali tidak berkedip
memperhatikan orang yang duduk di depannya, yang seperti tak asing baginya.
“Apa yang kalian
orang-orang kaku dalam berbahasa inginkan dariku”
“Dika lupa,
kang? Reang dhani, kang. Orang yang kang warto tolong beberapa bulan lalu?”
“iya? Reang
lupa.”
Segera saja
dhani melepas dasi dan jas, lantas membuka kancing baju atas lalu mengacak-acak
rambutnya. Dan bertanya
“Ingat?”
“Oooh. Dhani..
waa haahhahahah..” mereka tertawa lepas. Dhani tak lagi tampak seperti
orang-orang yang brbahasa kaku untuk warto. Bercanda, tertawa, saling menyindir
dan mengingat lagi masa-masa susah yang pernah mereka lalui.
Ketika itu, warto yang pertama kali
menemukan dhani yang berantakan, tidur di depan warteg. Di pagi yang basah
karena semalaman diguyur hujan. Waktu itu, dhani menggigil dan sudah amat
sangat pucat meringkuk seperti anak kucing yang kedinginan. Lantas warto
menggendongnya sampai di rumanhya yang cukup jauh. Memasakkan air hangat dan
merendam kaki dhani dan membungkusnya dengan selimut. Warto memberinya air teh manis dan menyuruhnya untuk menyeruput barang sedikit-demi sedikit. Hingga
dhani mulai merasa baikan. Dhani dibiarkan istirahat. Sedang warto sibuk
mengupas gelas air mineral bekas untuk kemudian di tumpuk jadi satu hingga terkumpul
dan ia masukkan dalam karung yang besar dan terikat agar tidak kecolongan lagi
oleh pemulung lain yang membawa hampir semua barang bekas yang susah payah dia
kumpulakan.
Dhani terbangun dan tiba-tiba duduk
di samping warto.
“Merasa baikan?”
“Lumayan.
Terimakasih.”
Dhani kerap bertanya hal yang
dilakukan warto, bertanya perihal orang rumah yang tampak sepi.
“Mamah saya
meninggal karena sakit. Lalu disusul Ayah. Dulu, ada orang yang yang mengurus
aku dan adik perempuanku. Tapi setelah harta kami habis, dia menghilang tidak
tahu kemana. Adikku merantau ke luar provinsi sebagai banker. Kadang kami
saling terhubung lewat surat...”
Dhani menyimak
dengan seksama kisah warto, yang ternyata bernama asli abdul ghani. Sembari
membantu warto mengumpulakan gelas bekas, dhani terdiam. Rupanya warto dan
kakak-kakak kandungnyapun tidak begitu dekat. Sebagian sudah berkeluarga dan
bermigrasi ke tempat jauh. Sebagian masih bekerja tapi jarang menghubungi dan
dihubungi. Sekali menghubungi, mereka beranggapan jika warto hanya ingin
meminta uang untuk minum atau kelakuan nakal yang jadi kebiasaanya.
“lalu, ini yang kamu lakukan
sehari-hari untuk mencukupi kehidupanmu?”
“Yaah, kalau
duit sudah kumpul, aku dan teman-teman patungan untuk beli minuman tuak, lalu minum
semalaman. Lanjut lagi, besok mulung, beli minuman tuak, minum.. seperti itu..”
Hidup sendirian
tanpa sanak saudara. Pikir dhani.
“Sangat berat
dan keras hidup yang kau jalani.”
“Halah, kalau
berpikir seperti itu tidak akan ada habisnya. Masih banyak yang jauh ebih keras
dari shidup saya.”
Warto berkisah jika sebenarnya,
dulu, dia adalah anak dari seorang pemborong terbesar di kotanya. Banyak proyek
yang di kepalai ayahnya. Minta ini itu, semua hidupnya tercukupi dan jauh dari
kata susah. Sampai pada satu waktu, ibunya meninggal mendadak. Namun ketika ia
tanyakan pada saudara, jawaban yang didapat hanyalah, ‘mamah sakit, lantas
meninggal’. Taka lama, ayahnya menyusul mendadak. Seseorang mengambil hak asuh
atas dirinya dan adik perempuannya.
“ketika kulihat
wajah mamah yang pucat pasi dan membeku, lalu wajah ayahku, yang jauh lebih
beku. Yang terpikir olehku, mungkin mamah tidak kuat menahan sikap dan perilaku
ayahku. Lantas memutuskan untuk pergi. Sedang ayahku, mungkin merasakan sesal
yang begitu mendalam lantas memutuskan untuk meminta maaf pada mamah dan
menyusulnya. Atau mungkin saja, mereka tidak menginginkan kami, lantas dengan
sengaja meninggalkan kami yang masih belum tahu apapun sendirian..”
Dhani bisa melihaat raut duka yang
terdalam dari kelopak mata warto yang tak lagi bisa menampung duka tersebut.
Segera ia usap sebelum dhani mengetahuinya.
“Namun, rumor yang perlahan ku
mengerti, mamah meninggal karena ulah ayahku yang menjadikannya wadal. Sedang
ayahku yang meninggal karena persaingan yang tidak sehat. Tapi yang jelas
kufahami. Mereka orang tuaku dan sudah meninggal.”
Perlahan, air teh panas yang
kemudian dingin itu habis diseruput dhani. Saat menyadari itu, warto lantas
berseloroh..
“Kau itu haus
atau doyan..?”
Bersambung dulu ya.......... nanti di sambung lagi !!! NEXT
Karya : Sapitri Indah
Mohon maaf bila ada salah kata atau ucapan dalam penulisan kami ......
Untuk melihat puisi - puisi lainnya silahkan klik DI SINI
Untuk membaca cerita atau cerpen silahkan klik DI SINI
Untuk download Software,Game,atau Video tingggal klik DI SINI
Bagi yang suka baca berita seputar Indramayu silahkan klik DI SINI
Untuk yang suka membaca Novel DI SINI
Terima Kasih sudah mengunjngi Blog kami TBM LENTERA HATI
Kami tunggu Kritik dan Sarannya !!!
**
Untuk teman teman yang mempunyai cerpen, puisi, novel, dan lainnya juka ingin di publish di sini silahkan kirim file nya ke email : tbm.lenterahati@gmail.com
Kami tunggu Kritik dan Sarannya !!!
**
Untuk teman teman yang mempunyai cerpen, puisi, novel, dan lainnya juka ingin di publish di sini silahkan kirim file nya ke email : tbm.lenterahati@gmail.com