Raising the Flag on Iwo Jima

today history
Raising the Flag on Iwo Jima
Oleh Mas Joko
Hari ini adalah hari di mana Peristiwa pengibaran bendera Amerika Serikat yang pertama di atas Gunung Suribachi berlangsung segera setelah direbutnya puncak Suribachi pada pagi hari sekitar pukul 10.20 tanggal 23 Februari 1945 di pulau iwojima sebagai pertanda kemenangan pihak sekutu ( amerika serikat) dalam pertempuran iwojima ( battle of iwojima ). kenapa mimin mengangkat cerita tentang ini..?
pulau iwojima adalah gerbang awal bagi pihak sekutu untuk dapat berhadapan langsung dengan kepulauan utama jepang , dengan di kuasainya pulau iwojima maka boleh di katakan jalur komando dan logistik jepang sudah terkunci dengan para pasukannya yang berada di teather pasifik lainnya , makanya di pihak jepang sendiri berusaha mempertahankan pulau ini mati matian. Dan pertempuran iwojima ini terbukti mengubah sejarah jalannya perang dunia ke-2 yang selanjutnya berpengaruh juga dalam proses perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia ini.
Berikut jalannya pertempuran yang terjadi
Pada 3 Oktober 1944, Kepala Staf Gabungan mengeluarkan perintah kepada Laksamana CHESTER NIMITZ, Komandan Wilayah Pasifik (CINC-PAC) untuk menduduki pula Iwo Jima.
Nimitz yang berasal dari Texas, seorang introvert, pendiam, tapi memiliki catatan tidak pernah kalah dalam pertempuran laut, diangkat oleh Roosevelt menggantikan Laksamana Husband E. Kimmel pasca serangan Pearl Harbor, menyisihkan hampir 30 laksamana senior lainnya. Kepribadian Nimitz kontras dengan MacArthur yang arogan, egois dan flamboyant.
Perselisihan keduanya, mengenai bagaimana jalan terbaik untuk mengalahkan Jepang, sudah berlangsung lama. MacArthur lebih menyukai serangan melalui Filipina menuju Formosa (Taiwan) dan Tiongkok, sementara Nimitz bersikukuh dengan taktik “lompat pulau”nya.
Untuk menduduki pulau Iwo Jima, Nimitz dibantu oleh trio ahli taktiknya:
1. Laksamana A. Spruance, Komandan Operasional, yang berprestasi luar biasa pada pertempuran Midway
2. Laksamana Kelly Turner, Komandan Kekuatan Ekspedisi Gabungan, yang memiliki kemampuan organisasi luar biasa dalam menyelaraskan lusinan serangan udara, pengeboman pantai, menurunkan ribuan pasukan dan pendaratan yang tepat
3. Letnan Jenderal Holland M. Smith, Komandan Kekuatan Marinir Armada Pasifik, yang dijuluki “Howlin Mad” Smith oleh para mariner & sedang mendekati masa akhir karirnya
Pendaratan Iwo Jima melibatkan pengerahan 3 divisi Marinir secara bersamaan untuk pertama kali, yang merupakan kekuatan Korps Marinir terbesar yang pernah dikerahkan dalam suatu pertempuran.
Divisi Marinir Ke-3, di bawah pimpinan Mayjen Graves B. Erskine, veteran pertempuran Belleau Wood, Chateau Thierry dan Saint-Mihiel saat PD 1
Divisi Marinir Ke-4, di bawah pimpinan Mayjen Clifton B. Cates, juga seorang veteran PD 1 yang menerima Navy Cross & 2 Silver Star (dalam perjalanannya kemudian akan menjadi Komandan Korps Marinir pada 1948)
Divisi Marinir Ke-5, di bawah pimpinan Keller E. Rockey, pemegang Navy Cross untuk keberaniannya di Nikaragua
Sedangkan tanggung jawab mempersiapkan dan melaksanakan operasi Marinir untuk “Detachment” jatuh ke tangan Komandan Pasukan Pendarat Korps Amfibi V, Mayjen Harry Schmidt, seorang veteran operasi di Tiongkok, Filipina, Meksiko, Kuba dan Nikaragua, pernah menjadi Komandan Divisi Marinir Ke-4 saat invasi Roi-Namur dan Saipan.
Sementara itu di Jepang, pada bulan Mei 1944, Letjen Tadamichi Kuribayashi dipanggil ke kantor Perdana Menteri Jepang & diberitahu bahwa ia akan menjadi komandan pasukan di Iwo Jima.
Kuribayashi seorang samurai dan perwira dengan 30 tahun pengalaman di lapangan, menghabiskan sebagian waktunya sebagai wakil atase di AS. Setelah penunjukannya, ia menulis kepada istrinya:
“AS adalah Negara terakhir di dunia yang perlu diperangi Jepang…jangan tunggu kepulangan saya”
Kuribayashi melakukan apa yang tidak bisa dilakukan komandan Jepang lainnya di Pasifik dan digambarkan oleh Radio Tokyo sebagai:
“…perut besar tradisional seorang samurai dan hati seekor harimau”
Kurabayashi sempat membagikan dokumen berjudul “Sumpah Pertempuran Pemberani” kepada pasukannya yang mengharuskan setiap prajurit membunuh 10 musuh sebelum mati.
Letjen Holland Smith dalam memoarnya memuji kemampuan Kuribayashi dengan mengatakan organisasi kekuatan daratnya jauh lebih unggul daripada apapun yang pernah dilihatnya di Prancis dalam PD 1.
Penyusunan Kekuatan
Operasi “Detachment” sebenarnya sudah 2x ditunda karena kekurangan kapal pendukung dan kapal pendarat karena digunakan dalam invasi MacArthur di Filipina.
Saat persiapan rencana, Divisi Marinir Ke-3 masih berada di Guam setelah merebut pulau itu pada Agustus 1944, sedangkan Divisi Marinir Ke-4 dan Ke-5 akan dikerahkan dari Kepulauan Hawaii. Banyak armada tua dalam armada Angkatan Laut yang terlalu lambat untuk sebuah gugus tugas di Pasifik, misalnya USS Arkansas, USS Texas, USS Nevada, USS Idaho dan USS Tennessee.
Pada 15 Pebruari 1946, armada invasi. LST yang mengangkut pasukan Divisi Marinir Ke-4 dan Ke-5 berangkat, diiringi dengan kapal pengangkut tank, perbekalan, artileri dan satuan2 pendukungnya. Armada ini diketahui oleh pesawat patrol Jepang. Kurabayashi menunggu pasukan penyerang dengan sabar.
Pimpinan Tertinggi Jepang menyadari pentingnya Iwo Jima dan sejak awal Maret 1944 sudah memperkuat pertahanan di pulau tersebut. Resimen Infanteri Ke-145 yang dipimpin Kolonel Masuo Ikeda, yang semula akan memperkuat Saipan dialihkan ke pula Iwo Jima. Divisi Ke-109, termasuk Brigade Gabungan Ke-2 (Mayjen Senda), Resimen Tank Ke-26 (Letkol Baron Takeichi Nishi), Resimen Infanteri Gabungan Ke-17 (Mayor Tamachi Fujiwara), Brigade Artileri (Kolonel Choisaku Kaido) dan Batalion Anti Serangan Udara, Mortir, Meriam dan Senapan Mesin tambahan dikirim ke pulau tersebut. Satuan2 AL Jepang di bawah pimpinan Laksamana Muda Toshinosuke Ichimaru yang bertanggung jawab atas Armada Udara Ke-27 juga dikirim ke Iwo Jima. Pada tanggal 19 Pebruari 1945, jumlah total pasukan bertahan Jepang mencapai 21.060 prajurit, lebih banyak dari perkiraan AS yang hanya 13.000 ribu.
Kondisi Geografis
Iwo Jima panjangnya sekitar 4.5 mil (7.2 km) dan sumbunya mulai dari barat daya ke barat laut, meruncing dari lebar 2.5 mil (4 km) di bagian Utara sampai hanya 0.5 mil (800 m) di bagian Selatan, sehingga luas tanah seluruhnya sekitar 7.5 mil persegi atau sekitar 19.4 km persegi. Di bagian ujung Selatan ada Gunung Suribachi (550 kaki = 168 m) yang sudah tidak aktif, yang dari atasnya sebagian besar pulau bisa terlihat. Satu2nya tempat yang memungkinkan untuk pendaratan adalah pantai yang merentang ke utara dari Suribachi.
Jepang membangun Lapangan Udara No 1 di dataran tinggi tengah bagian Selatan pulau dan di utaranya ada Lapangan Udara No 2 dan No 3 yang belum selesai. Tanah yang menurun dari dataran tinggi di utara itu penuh dengan lembah, punggung bukit dan batu2an mencuat yang menyediakan tempat ideal untuk pertempuran bertahan.
Pertempuran Hari “H” – “Mimpi Buruk di Neraka”
Sebagai pendahuluan, Mayjen Harry Schmidt, Komandan Korps Amfibi V meminta bombardier terus menerus selama 10 hari oleh kapal perang penjelajah dari Gugus Pendukung Amfibi (Gugus Tugas 52) yang dipimpin oleh Laksamana Muda William Blandy, namun ditolak oleh Laksamana Muda Harry W. Hill (Gugus Tugas 53 Pasukan Serang) yang hanya menawarinya 3 hari. Di kemudian hari “Howlin Mad” Smith mengritik sangat keras dukungan AL selama berbagai pendaratan amfibi sepanjang operasi militer di Pasifik.
Hari pertama bombardir mengecewakan karena cuaca buruk, sedangkan hari kedua adalah bencana karena USS Pensacola yang terlalu dekat dengan pantai ditembaki artileri pertahanan Jepang. Dengan 6x tembakan, USS Pensacola menderita rusak parah dan menewaskan 17 prajurit awak kapal. Hari yang sama 12 kapal pendarat infanteri (LCI) yang mendekat sampai jarak 1.000 yard (914 m) terkena tembakan meriam Jepang. Kapal perusak USS Leutze yang ingin membantu juga terkena tembakan & menewaskan 7 prajurit awak kapalnya. Sementara hari terakhir bombardemen juga diganggu cuaca buruk.
Hari H, Senin 19 Pebruari 1945, cuaca cerah. Malam harinya, Gugus Tugas 58 (Pasukan Kapal Induk Cepat Armada Ke-5) pimpinan Laksamana Madya Marc Mitscher, armada besar dengan 16 kapal induk, 8 kapal perang dan 15 kapal penjelajah, tiba di lepas pantai Iwo Jima. Ketika kapal perang & kapal penjelajah menembaki pulau, pasukan marinir mendapatkan momentum pendaratan, tapi sempat terjadi kekacauan saat menemui undakan abu vulkanik hitam yang membuat kendaraan dan pergelangan kaki prajurit amblas. Hal yang luput dari perkiraan perencana strategi.
Strategi Kurabayashi memang melakukan perlawanan kecil saat pendaratan karena ingin agar tentara AS mendaratkan pasukan sebanyak mungkin sebelum melakukan bombardir, hal yang keliru diduga oleh perwira2 AS.
Musuh yang paling berat saat pendaratan adalah pasir yang menghambat gerak cepat Marinir AS dan banyak yang meninggalkan perlengkapannya. Kurabayashi sengaja membiarkan penumpukan pasukan Marinir AS di pantai dan membiarkan laju mereka ke Lapangan Udara No 1 sebelum menunjukkan keganasan pertahanan tentara Jepang.
Jam 10.00 waktu setempat, gelombang tembakan artileri, mortar dan senapan mulai menghujani pantai yang penuh sesak & menimbulkan malapetaka. Robert Sherrod, seorang koresponden perang terkemuka untuk “Time-Life” menggambarkan pemandangan tersebut sebagai “mimpi buruk di neraka”. Di ujung pantai paling kiri, Green Beach, medannya tidak terlalu sukar yang membantu Resimen Ke-28 pimpinan Kolonel Harry Liversedge bergerak cepat untuk menyeberangi tanah genting selebar 0.5 mil di kaki gunung & mengisolasi posisi strategis itu.
Beberapa tank dari Batalion Ke-3 berhasil mencapai pantai di Blue Beach 1 sekitar pukul 10.20. Satu tank buldoser membuka jalan diikuti dengan tank lainnya bergerak mengikuti dalam satu baris dan baru berhenti saat mencapai medan ranjau.
Pukul 10.35 enam orang dari Kompi B Batalion Pertama mencapai pantai barat dan kemudian bergabung dengan sisa2 Kompi C. Di Red Beach 1 dan 2, Resimen Ke-27 di bawah pimpinan Kolonel Thomas Wornham menemui kesulitan karena terkurung tembakan artileri Jepang di pantai.
Melawan tembakan senapan mesin yang mematikan, Sersan Darren Cole, hanya dengan bersenjatakan granat dan sepucuk pistol, sendirian membungkam 5 kubu pertahanan sebelum akhirnya tewas oleh ledakan granat tangan & dia menjadi yang pertama dari 27 penerima Medal of Honor Koprs Marininr dalam Pertempuran Iwo Jima.
Sampai jam 11.30 beberapa anggota Marinir telah berhasil mencapai ujung Selatan Lapangan Udara No 1 sementara pertahanan Jepang makin menunjukkan tajinya.
Pukul 13.00 pendaratan Marinir AS dihentikan karena tidak ada tempat lagi untuk menurunkan tentara di pantai, namun karena usaha para Seabees (Batalion Zeni AL), arus pasukan dan material kembali lancer 2 jam berikutnya.
Pukul 14.00 Batalion Ke-3 yang dipimpin oleh “Jumpin Joe” Chambers mulai mendaki tebing di sekitar Penggalian Batu. Saking gigihnya pertahanan Jepang, dari 900 prajurit Marinir AS yang mendarat sejak pukul 09.00 hanya tersisa sekitar 150 prajurit di Penggalian Batu. Di kaki gunung Suribachi, Resimen Ke-28 memantapkan posisi.
Pada malam hari, pasukan Marinir melakukan konsolidasi posisi sementara pasukan Jepang menyukai kegelapan untuk melakukan serangan “banzai” yang terkenal.
Di atas kapal komando USS Eldorado, “Howlin Mad” Smith mempelajari laporan hari itu yang membuatnya muram karena kemajuan yang dicapai tidak sebaik yang diharapkan. Kepada sekelompok wartawan perang ia mengatakan:
“Saya tidak tahu siap dia, tapi Jenderal Jepang yang mengatur semua ini adalah seorang bajingan yang pintar”
Pertempuran H+1 dan seterusnya digambarkan telah mengalami kemajuan penting.
Kolonel Atsuchi, yang bertugas gunung Surabachi, menghubungi Jenderal Kurabayashi melaporkan bombardemen artileri kapal AS sangat gencar & dia berusaha untuk melakukan “banzai”. Sang Jenderal sebenarnya mengharapkan pasukan pasukan di gunung Suribashi dapat bertahan setidaknya 10 hari, tapi Kurabayashi curiga Atsuchi sudah mulai goyah.
Jam 12.00 H+1 sebagian besar Lapangan Udara No 1 yang sudah dikuasai Marinir AS merupakan pukulan telak bagi Kurabayashi. Ketika hari ke 2 hampir berakhir, pasukan Marinir AS telah menguasai ¼ pulau Iwo Jima namun dengan korban yang sangat besar.
Sampai dengan malam hari H+2, Resimen Ke-28 telah memulai serangan final atas gunung Surabachi pagi harinya, telah membentuk pertahanan ½ lingkaran di sekitar sisi utara gunung tersebut.
H+3 Resimen Ke-28 kembali memulai serangan ke Suribachi dengan cuaca hujan, sementara Kolonel Atsuchi masih memiliki 800an prajurit yang tidak akan memberikan kemenangan mudah buat AS. Sepanjang hari pasukan Marinir menyerang posisi tentara Jepang di lereng bagian bawah gunung Suribachi. Serangan akhir masih harus menunggu hari berikutnya.
Laporan yang sampai ke tangan “Howlin Mad” Smith di atas kapal USS Auburn: 2.517 korban di Divisi Ke-4 dan 2.057 korban di Divisi Ke 5.
H+4 adalah hari Resimen Ke-28 menguasai gunung Surabachi, lebih cepat dari perkiraan Jenderal Kurabayashi. Dengan makin baiknya cuaca, Letkol Chandler Johnson memberikan perintah untuk menduduki dan mengamankan puncak.
Jam 08.00 Marinir dari Peleton Ke-3 mulai bergerak dan baru pada pukul 10.20 bendera AS berhasil dikibarkan menggunakan pipa. Momen ini diabadikan oleh juru foto Leatherneck Lou Lowery. Teriakan “bendera sudah berkibar” terdengar di sepanjang Selatan Pulau dan kapal2 pun membunyikan sirine.
sumber : -wikipedia.com
-" Iwo Jima 1945 ", Derrick Wright & Jim Laurier

Mohon maaf bila ada salah kata atau ucapan dalam penulisan kami ......

Untuk melihat kegiatan kegiatan TBM LENTERA HATI  lihat saja  DI SINI ya ..........
Untuk melihat puisi - puisi lainnya silahkan klik DI SINI
Untuk membaca cerita atau cerpen silahkan klik DI SINI
Untuk download Software,Game,atau Video tingggal klik DI SINI
Bagi yang suka baca berita seputar Indramayu silahkan klik DI SINI
Untuk yang suka membaca Novel DI SINI

Terima Kasih sudah mengunjngi Blog kami TBM LENTERA HATI
Kami tunggu Kritik dan Sarannya  !!!
**
Untuk teman teman yang mempunyai cerpen, puisi, novel, dan lainnya juka ingin di publish di sini silahkan kirim file nya ke email : tbm.lenterahati@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form