ANJING SYARQIYAH
.....................................................
Itu sudah hampir menginjak 40 hari
setelah syarqiyah wafat. Orang rumah sudah sibuk sana sini sekembalinya
beberapa orang dari pasar selepas berbelanja kebutuhan untuk tahlil. Tampak Bu
haji masih muram, saat membantu memotong wortel untuk masak acar. Sumi, anak ketiganya
menyarankan agar si ibu diminta untuk beristirahat. Tapi, si ibu hanya menjawab:
“Ini untuk
kakakmu.” Kalau sudah begitu tak ada yang bisa Sumi lakukan.
Dari pintu, sudah terlihat jika
Adam, suami Sumi, mencoba meminta isterinya itu untuk menghampirinya. Lalu
berbisik. Bu haji melihat mereka lalu berkata :
“Jangan macam
wanita saja kamu, Dam. Bisik-bisik seperti itu tidak sopan.” Adam tersenyum tak
enak mendengar mertuanya berkata begitu. Di luar, ibu-ibu yang kumpul di dekat
rumah Bu haji, tampak bergunjing.
“Idih, masa iya?
Di laknat apa si syarqiyah sampai seperti itu?”
Rupanya omongan
mereka terdengar sampai ketelinga Bu haji. Sontak Bu haji keluar dengan mengacung-acungkan
pisau pada ibu- ibu tersebut. Diikuti Adam dan Sumi.
“ Ngomong apa
kalian tentang anakku?!” mereka tersentak kaget dan agak ketakutan saat
mendapati Bu haji tiba-tiba di depan rumah dengan acungan pisau di tangannya.
“Anu, Bu haji.”
“Laknat, laknat.
Kalian yang harusnya dilaknat karena sembarangan menggunjingi anakku. Kurang
apa dia pada desa iniii..? kurang apaaaa?” ucap Bu haji yang kemudian menangis
lesu dan terduduk. Sumi dan Adam segera membantu ibunya bangun. Tanpa
perlawanan, Bu haji di bawa masuk ke dalam.
Seorang anak menarik-narik gamis
Sumi. Dan berkata “Anjing itu masih di sana”
“Ssssssttt!!!.”
Bu haji masih terdengar menangis. Sumi membawa anak itu keluar.
“Apa sudah di
usir?”
“Kebanyakan dari
mereka yang ada di sana bilang takut kalau anjingnya galak terus nggigit. Kang Ismail memakai watang panjang untuk menggebah anjing
itu agar pergi.” Terang anak itu.
“Lalu anjingnya
pergi?” anak itu mengangguk.
“Tapi masih ada
yang bilang kalau mereka masih melihat anjing itu di sekitar makam mba syarqiyah.”
Usai memberi tahu Sumi, anak itu lantas berlari pergi.
Adam pernah berdiskusi dengan
keluarga dan beberapa orang desa untuk menangkap dan membunuh anjing itu.
Pasalnya anjing itu kerap menggali lubang dekat makam syarqiyah. Berkali-kali
usaha beberapa orang dan kerabat untuk menangkap anjing itu selalu gagal,
anjing itu berhasil kabur. Tapi, beberapa waktu kemudian kembali. Anak-anak
yang melihat kadang melempari anjing itu dengan batu dan kerikil agar pergi,
tapi tetap saja anjing itu kembali. Minggu lalu, paman syarqiyah memergoki
anjing itu di jalan areal pemakaman syarqiyah, lalu sengaja menabrak dan
berhasil melindas kaki kanan belakang anjing itu. Dan saat ini, setelah kang Ismail
menggebahnya, anjing itu kembali dan berbaring di dekat makam syarqiyah.
Hal itu sama sekali mereka usahakan
agar Ibu haji tak mengetahuinya. Itu hanya akan membuat Bu haji makin marah dan
ditakutkan melakukan hal-hal diluar dugaan.
Tengah hari, rumah Bu haji masih
ramai oleh para tetangga yang masih majengan
untuk menyiapkan berkat tahlil. Bu haji hanya duduk ikut mengelapi
piring-piring. Tak ada yang berani mengusiknya yang sudah sedikit tenang.
Ismi, anak pertama Bu haji, datang
dan mengelus pundak ibunya lalu tersenyum.
“Bu, kenapa
tidak istirahat? Masih banyak tetangga yang bisa membantu.”
“Ini untuk
syarqiyah.” Jawab Bu haji.
“Ibu, syarqiyah akan
bersedih jika melihat ibu seperti ini.” Bu haji menjatuhkan piring diatas
pangkuannya dan melongo. Ismi memeluk pundak ibunya.
“Bu, syarqiyah
sayang sekali padamu, Bu. Dia pasti bersedih kalau melihatmu seperti ini. Yang
dia inginkan hanya melihat ibu baik-baik saja.”
Ismi membawa
ibunya ke kamar, membaringkannya di atas tempat tidur. Lalu meninggalkannya.
Sumi menceritakan tentang anjing
yang masih berkeliaran di sekitar makam syarqiyah dan niatan Adam untuk
membunuh anjing itu. Namun, Ismi malah menatap Sumi dengan tatapan yang tak
biasa. Lalu Ismi berkata:
“Sudah puas kalian
menyiksa anjing itu?”
“Kak, anjing itu
menggali makam kak syarqiyah. Anjing itu juga tak mau pergi saat warga
mengusirnya.”
“Apa anjing itu
mengganggu kalian?” Sumi menggeleng.”Lalu apa masalahnya? Biarkan saja.” Ismi
beranjak pergi mencari tempat untuk menghindar dari sekitar kamar tempat ibu
mereka beristirahat.
Bersambung dulu ya.......... nanti di sambung lagi !!! NEXT
Mohon maaf bila ada salah kata atau ucapan dalam penulisan kami ......
Untuk melihat puisi - puisi lainnya silahkan klik DI SINI
Untuk membaca cerita atau cerpen silahkan klik DI SINI
Untuk download Software,Game,atau Video tingggal klik DI SINI
Bagi yang suka baca berita seputar Indramayu silahkan klik DI SINI
Untuk yang suka membaca Novel DI SINI
Terima Kasih sudah mengunjngi Blog kami TBM LENTERA HATI
Kami tunggu Kritik dan Sarannya !!!
**
Untuk teman teman yang mempunyai cerpen, puisi, novel, dan lainnya juka ingin di publish di sini silahkan kirim file nya ke email : tbm.lenterahati@gmail.com