SEBENING HATI ILYAS bag.7 oleh Iin Indrayani

Bag. 7

     Gundukan tanah merah menyapa suasana hatiku yang mendung pekat. Untuk kedua kalinya aku menelan takdir hidupku yang begitu pedih aku rasakan.  Pengorbanan seorang Mamah yang berhasil mengembalikan kesadaranku di ujung usianya yang terbilang masih muda. Serta penyesalan seorang Mamah yang membawa nalurinya untuk menyelamatkan aku dari iblis jahanam itu. Hingga beliau harus meninggal di tangan lelaki yang sudah menghancurkan hidup putrinya sendiri.

      Hatiku sakit mengingat detik detik mengerikan itu, di mana aku melihat kepala Mamah ditusuk berkali kali tanpa ampun sedikitpun. Andai aku mampu, ingin rasanya aku arahkan pisau itu ke kepala si Jahanam itu dengan tanganku sendiri. Ingin rasanya aku membunuh pria itu untuk membalaskan segala rasa sakit hatiku selama ini. Terlalu nikmat untuknya bisa berkeliaran semau hatinya di saat banyak orang yang sudah dirugikan olehnya. Keadaan Ilyas masih terbaring di rumah sakit, Mamah yang telah tiada, dan aku .. tentu saja aku sudah kehilangan segala harapanku di dunia ini karenanya.

       Aku menghela nafas dalam dalam dan meninggalkan pusara Mamah dengan hati yang runtuh. Sekuat mungkin aku mencoba membentur kepedihan di hatiku yang mendalam. Sekuat mungkin aku berusaha menerjang keputusasaan yang mulai muncul di dalam pikiranku. Aku pulang kerumah Nora dengan gunungan dendam yang menyala nyala di kedua mataku. Dalam beberapa hari sepeninggal Mamah, aku hanya berdiam diri dirumah Nora, karena mereka tak mengizinkan aku untuk keluar rumah semenitpun. Bahkan aku hanya mendengar kabar Ilyas dari Nora, bahwa pemuda saleh itu telah siuman kemarin malam. Dan Nora juga berkata, bahwa keluarga Ilyas dari Jawa sudah datang sejak berhari hari yang lalu.

      Aku lega mengingat kebesaran Tuhan yang masih mengizinkan pemuda saleh itu untuk membuka kedua matanya. Melanjutkan kembali perjuangan hidupnya bersama masadepan yang sangat cerah. Sedangkan aku, aku tak punya keberanian sedikitpun untuk menemuinya. Aku yakin dia sudah mati rasa padaku setelah mengetahui semua hal buruk dan menjijikkan yang kualami selama ini. Bahkan aku masih merasa bersalah kepadanya. Karena menolongku, Ilyas yang baik hati harus menerima konsekuensi hingga merasakan rasa sakit yang membuatnya koma selama berminggu minggu.

“Aku rindu padamu, Ilyas“

      Tak terasa airmataku kembali menetes. Mengingat ketulusan pemuda itu yang benar benar melindungiku seperti saudaranya sendiri. Tak dapat kutepis, bahwa kerinduanku semakin hari semakin dalam terhadap Ilyas. Namun aku tak dapat berbuat apa apa. Aku hanya bisa berdiam diri dirumah Nora demi menjaga perasaan mereka yang sudah menganggap aku layaknya keluarga mereka sendiri.

Malam itu aku merenung di teras rumah Nora. Merenung akan jalan hidupku selanjutnya. Apalagi yang pantas untuk aku pertahankan di mana aku merasa hidupku sudah sangat hancur sekarang. Ditambah lagi si bajingan itu yang masih berkeliaran diluaran sana. Betapa tak adilnya dunia ini. Betapa enaknya dia. Setelah banyak hal keji yang Ia lakukan, ia masih bisa menghirup udara bebas sesuka hatinya.

       Aku menyeka airmata yang berjatuhan di pipiku. Aku merasakan dendam di urat nadiku kembali menyengat kuat. Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah Nora dengan sepucuk surat yang aku letakkan di meja tamu. Aku mengambil langkah besar untuk membalaskan rasa sakit hatiku selama ini. Kuselipkan sebuah pisau kecil kedalam tas tangan yang aku bawa. Dan aku keluar dari rumah Nora tanpa menutup jati diriku sedikitpun. Aku sengaja melakukan itu untuk memancing pria jahanam itu agar keluar dari persembunyiaanya. Karena aku yakin, dia pasti masih mengejar keberadaanku hingga saat ini.

       Aku berjalan kaki cukup jauh dan menelusuri jalan raya yang sangat sepi. Gelapnya malam membuatku semakin terobsesi dengan dendam yang membara di hatiku. Aku tidak lagi merasakan takut untuk  bertemu dengan pria bajingan itu. Dan tempat yang aku tuju adalah rumah sakit di mana Ilyas dirawat. Aku yakin lelaki itu masih mencariku di sekitar rumah sakit itu. Karna is sangat faham, betapa aku sangat mengkhawatirkan keadaan Ilyas di sana. Tepat dengan apa yang aku fikirkan. Didekat gerbang rumah sakit, iblis jahanam itu kembali menampakkan wajahnya di depanku. Ia masih memakai topi, namun kali ini tak ada kumis palsu yang melekat di wajahnya, melainkan tanda hitam sebesar biji salak yang ia toreh di pipi sebelah kirinya.

Andrew tersenyum licik kearahku. “Akhirnya, kau keluar juga dari sangkarmu, Chika. Apa kau sudah rindu dengan pria bodoh itu?”

“Kau benar. Aku sangat merindukannya. Lebih dari aku merindukan kehormatanku yang sudah kau renggut malam itu“ ketusku dengan tatapan lurus kedepan.

“Ikut aku Chika, kali ini kau jangan berani melawanku lagi. Atau aku akan menghabisi satu persatu orang orang yang kau sayangi di dunia ini!“

Iblis itu menarik tanganku dengan paksa. Lalu mengajakku untuk masuk ke sebuah mobil yang berbeda dari mobil mobil yang pernah ia bawa sebelumnya.

“Lepaskan aku bajingann! Aku bisa jalan sendiri tanpa harus kau seret seret seperti ini“

“Kau memang senang dipaksa karna kau selalu menentang keinginanku, Chika. Jangan banyak bicara, ikut aku cepat! Atau akan kubunuh kekasihmu yang bodoh itu“

       Aku menatap kedua mata iblis itu dengan tajam. Bayang bayang saat ia merenggut kehormatanku dan saat ia menusuk kepala Mamah berkali kali kembali menyusup dalam kesadaranku. Dengan sekuat hati aku berusaha untuk menuruti keinginannya. Aku masuk kedalam mobil itu dan duduk di jok tengah. Sedang iblis itu duduk di depan dan mulai menyetir mobil dengan kepuasan di hatinya. Entah kenapa tak sedikit pun aku merasakan rasa takut seperti malam malam sebelumnya. Isi hatiku sudah cukup penuh oleh dendam yang menuntunku hingga aku bisa bertemu kembali dengannya. Orang yang telah merenggut kehormatanku. Orang yang telah membuat Ilyas koma berminggu minggu. Dan orang yang telah membunuh Mamahku.

Satu jam lebih telah berlalu. Ternyata dia ingin membawaku ke hotel di mana dulu aku pernah dipaksa melayaninya setiap malam. Aku tertegun, namun hatiku semakin mantap untuk melangkah kedepan. Inilah saat yang aku tunggu tunggu. Di sebuah taman kecil yang sangat gelap, iblis itu memarkirkan mobilnya di sana. Dengan wajah bringas, dia menarik tanganku dengan paksa dan mengajakku menyusuri jalan kecil di taman itu, sembari mengendap endap melihat keadaan sekitar. Aku mendapatkan saat yang tepat untuk membalaskan dendamku. Kulihat iblis itu sibuk dengan ponsel yang ia genggam. Aku tidak tahu dia sedang berbicara dengan siapa. Mungkin dengan salah satu pegawai hotel yang sudah bersengkongkol dengannya untuk membukakan pintu utama. Karna tentu saja, pegawai lain tak akan mengizinkan seorang buronan kembali masuk kedalamnya.
Aku mengeluarkan pisau kecil yang aku simpan di dalam tasku. Dengan dorongan dendam yang berkobar kobar, kutancapkan mata pisau ke lehernya dengan sekuat tenagaku.

“Aku bunuh kau iblia keparat!!! Terlalu nikmat untukmu bisa menghirup udara segar setelah apa yang sudah kau lakukan padaku dan orang orang yang kusayangi“ teriakku dengan penuh emosi.

       Mata pisau itu menancap di lehernya, ia mengerang kesakitan dengan kedua mata yang terpejam dan terbuka. Kulihat tatapannya murka sekali padaku. Hal yang tak aku sangka ia berhasil mencabut pisau itu dan melemparnya sejauh mungkin. Leher itu mengeluarkan darah cukup banyak. Namun tenaganya masih begitu kuat aku lihat.

“Kau berani melakukan ini padaku Chikaaaaaa??!“

       Tangan kanannya mencekik leherku dengan kuat. Aku merasakan benda yang sangat besar masuk ke dalam kerongkonganku. Aku tak dapat bernafas sedikitpun. Aku menendang perut bagian bawah iblis itu hingga ia terjatuh dan melepas jeratan tangannya dari leherku. Aku berusaha lari, namun ia justru menarik kaki kananku hingga aku ikut terjatuh ke tanah.

“Kau tak akan bisa lari dariku, Chika. Hidupmu adalah milikku. Kau hanya milikku!! “

Tusukan pisau di lehernya tak membuat ia melemah. Ia justru semakin tertantang untuk membuat aku tak berdaya. Ia menjegal kedua tanganku dengan tatapan liar dan gelora nafsu yang menggebu gebu.

‘cuiiihhhhhh‘
“Bunuh aku jika kau mampu bajingannn! Aku akan sangat bahagia bila mati dalam keadaan membencimu seperti sekarang. Aku tidak sudi untuk menjadi budakmu sedetikpun. Bunuh aku jika kau berani iblis keparattt!!!“

“Diam kau, Chikaaaa!!!“

      Aku kembali merasakan rasa sakit pada tulang wajahku saat tangan kanan kanan iblis itumenamparku selama tiga kali. Bibirku mengeluarkan darah cukup banyak. Sakiiit.. benar benar sakittt sekali.

“Ini yang kau inginkan bukan? Kau ingin aku bersikap kasar padamu. Jika saja tidak ada rasa cinta di dalam hatiku untukmu, maka aku akan menghabisimu saat ini juga!“

“Bunuh aku, Andrew. Dengan begitu aku akan terbebas dari rasa tertekan dan segala kepedihan yang aku rasakan selama ini. Ayo Andrew, bunuh aku. Bunuhhhh akuuuuuuu!“
Teriakku dengan keras.

       Dari belakang, seseorang menendang kepala Andrew dengan kuat. Andrew terkejut hingga ia terpental jauh dariku. Gelapnya malam menyulitkan aku untuk melihat siapa orang itu. Ditambah lagi dengan kepalaku yang terasa sakit akibat tamparan dari Andrew berkali kali. Aku langsung berdiri dengan sisa tenaga yang aku miliki. Orang itu berjalan ke arahku dan membantuku berdiri saat tubuhku hendak terjatuh kembali ke tanah. Aku menatap lekat wajahnya dalam gelap. Seketika airmataku langsung meleleh menyadari orang yang telah menolongku malam itu adalah orang yang sama yang menolongku dari jeratan Andrew pada malam malam sebelumnya.

“Apakah ini mimpi? Ilyas, inikah kau?”

Ilyas mengangguk dan tersenyum kearahku. “Ya. Aku Ilyas...“

       Dari samping Andrew menendang perut Ilyas dengan kuat. Ilyas tak menyadari serangan itu hingga ia tersungkur ketanah. Andrew mencekik lehernya dengan penuh amarah. Aku melihat Ilyas mengerang kesakitan. Dengan cepat aku mencari sesuatu di sekitar area itu untuk menolong Ilyas darinya. Aku melihat pisau kecil milikku tergeletak tak jauh dariku. Aku mengambilnya dengan cepat. Tanpa fikir panjang, kutusukkan pisau itu tepat di tengah kepala Andrew hingga 1, 2, 3 bahkan 5 kali seperti saat dulu dia menusuk kepala Mamah hingga meninggal di depan mataku. Darah pria jahanam itu bercucuran hingga mengenai wajah Ilyas di bawahnya. Dan dalam hitungan detik, tubuh iblis yang besar itu terkapar tak berdaya. Ilyas menatapku tak percaya. Tak satu suarapun keluar dari mulutnya. Sementara aku, aku mematung dengan pisau kecil yang masih berada di genggaman tanganku.
***
To be continue..

( Bagi yang berminat untuk mengoleksi bukunya, bisa hubungi aku di
Facebook : Iin Indrayani, yang ada di Indonesia atau juga di Taiwan )
Untuk tanya - tanya harga buku dan koleksi buku novel lainnya, tinggal hubungi langsung ya .... !!!
Salah satu koleksi buku :
- Telaga Hati Shifana : Rp.55.000,-
- Relentless Love       : Rp.70.000,-

Untuk Kembali membaca :

Klik Page 1
Klik Page 2
Klik Page 3
Klik Page 4
Klik Page 5
Klik Page 6
Klik Page 7


Mohon maaf bila ada salah kata atau ucapan dalam penulisan kami ......

Untuk melihat kegiatan kegiatan TBM LENTERA HATI  lihat saja  DI SINI ya ..........
Untuk melihat puisi - puisi lainnya silahkan klik DI SINI
Untuk membaca cerita atau cerpen silahkan klik DI SINI
Untuk download Software,Game,atau Video tingggal klik DI SINI
Bagi yang suka baca berita seputar Indramayu silahkan klik DI SINI
Untuk yang suka membaca Novel DI SINI

Terima Kasih sudah mengunjngi Blog kami TBM LENTERA HATI
Kami tunggu Kritik dan Sarannya  !!!
**
Untuk teman teman yang mempunyai cerpen, puisi, novel, dan lainnya juka ingin di publish di sini silahkan kirim file nya ke email : tbm.lenterahati@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form