FATAMORGANA

FATAMORGANA
...........................
Cerpen Wahyu Iryana

    Sumur Sereh, Eretan adalah nama salah satu daerah yang berderet di sepanjang Kali Cimanuk, tempat Ki Kuwu Sankan pernah gawe lelaku. Ki Kuwu pemah berujar bahwa besuk ana wong kate muncul jebul sing sumur sereh (nanti dikemudian hari akan datang orang bertubuh kate muncul dari Sumur Sereh). Ki Kuwu memang sakti, dia mampu menembus sekat-sekat roda zaman, weruh sedurunge winara, mampu melihat jauh ke depan,

    
     pernyataan Ki Kuwu Akhirnya kebukten. Dari data yang penulis peroleh di Djawa Baru dan Kan Po koran yang terbit masa penjajahan Jepang terurai bahwa kedatangan Jepang diterima melalui siaran radio pada tanggal 3 Maret 1942, Jepang mendarat di Eretan. Tempatnya di Kampung Sumur Sereh.

     Need for Achivement (kebutuhan berprestasi) masyarakat nelayan Dermayu dalam etos kerja hanya didasarkan atas dua hal. Pertama adalah kebutuhan dasar hidup. Kedua adalah keluarga, Dua hal inilah yang mendorong dan membuat masyarakat nelayan Pantura bekerja setiap hari menangkap ikan di laut. Tujuh tahun setelah Jepang mendarat di Eretan. Kehidupan masyarakat pesisir masih tetap konsisten dimanjakan dari hasil tangkapan laut. Sebut saja keluarga Durahman yang masih ajeg mempertahankan tradisi santri pesisir, selalu ngemong ngurip-urip agamae gusti Allah dan tetap mempertahankan khasanah kearifan lokal, seperti nadran, ngunjungan sumur sereh dan sebagainya.

   Sejak ayahnya meninggal dunia, Durahman hidup berdua dengan Emaknya Surti Ngantiwani sebagai seorang buruh cuci keliling. Hanafi ayah Durahman meninggal ketika melaut tepat ketika air pasang malam riraya. Empat tahun lamanya mereka berkabung, nama Hanafi seolah tidak terdengar lagi. Menurut Mang Talkiban, nelayan yang menyaksikan Hanafi mencari ikan. Perahu Hanafi terbalik terhempas ombak laut. Ya, memang Hanafi adalah lelaki tangguh dan bertanggungjawab, ia adalah tulang punggung keluarga, sejak memberanikan diri melamar Surti Ngantiwani sebagai turunan ningrat Kasultanan Cirebon, ia bertekad selama hidupnya akan membahagiakan Surti Ngantiwani.

    Anak semata wayangnya Syarief Durahman ia sekolahkan sampai lulus sekolah rakyat selebihnya Durahman habiskan waktu di Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon asuhan Kiai Sanusi sanad mursyid dari pendiri Pesantren Babakan, Ki Jatira. Asar menjelang, Surti Ngantiwani pulang ke rumah dengan membawa 20.000 rupiah hasil buruh nyuci di keluarga Haji Dulgani. Nampak jelas lelah diwajah Surti yang semakin menua. Sifat kesederhanaannya mencerminkan ciri khas darah biru Kasultanan Cirebon. Ya, memang Surti Ngantiwani masih memiliki darah biru, sejak menikah dengan Hanafi seorang nelayan yang hidup sebagai rakyat biasa darah ningrat Surti Ngantiwani luntur, mungkin inilah pilihan seorang wanita sejati yang rela hidup sebagai wong cilik. Sudah menjadi pepakem apabila seorang keluarga keraton wanita menikah dengan pemuda biasa maka darah ningratnya terhapus dengan sendirinya.

    “Mak kenapa sih hidup kita sengsara, katanya Emak masih keturunan ningrat?” celetuk Durahman membuka pembicaraan. Surti Ngantiwani tertegun mendengar pertanyaan anaknya, lamunannya menerawang jauh, terbayang kembali masa-masa kecil di Kraton Kesultanan, dahulu ia masih dipanggil Nyi Mas Ratu Kusuma Ayu Surti Ngantiwani Diningrat. “Cung, hidup iku aja ngoyo, kudu bersyukur Gusti Allah iku maha weruh lan ngandita,” jawab Surti N gantiwani menasehati anaknya.

  Semenjak Durahman pulang dari Pesta Nadran di Laut Eretan, ia mendadak menjadi pendiam. Nanar matanya, tidak bisa membohongi ada kegundahan hati Yang disembunyikan. Benar saja, semenjak ia melihat Wajah cantik Putri Sekar Kedaton Sultan Cirebon. Durahman selalu mengurung diri, terkadang Durahman tertawa-tawa sendiri, selang waktu yang lain bercakapcakap dengan bantal guling, persis seperti orang gila.

  “Cung, kamu lagi jatuh cinta? Tiap hari dandan terus, kaya dalang sandiwara Cablek, rambut leles, clana glombrang persis mirip raja dangdut. Bicara saja anak mana? Anaknya Mang Sarman tah, Cucunya Bi Wasnltl tah penjual surabi, atau anaknya Mang Kardipan yang punya gilingan padi?” perkataan Emaknya menyadarkan lamunan Durahman.

  “Bukan Mak, anaknya Mang Sarman kakinya pengkor, cucue Bi Wasniti gagu, anaknya Mang Kardipan bibirnya sumbing”

“Lah terus sapa cung? biar nanti Emak akan lamarkan.”

“Anu.. Mak, mmmm Putri Sekar Kedaton Cirebon.”

  Durahman akhirnya memberanikan diri untuk bercerita yang sesungguhnya kepada Emaknya, bahwa ia sedang mencintai anak dari Sultan Cirebon, Putri Sekat Kedaton yang cantik jelita. Sejak pertemuan pertama dalam acara panjang jimat muludan di Kraton Kesultanan Cirebon, wajah sang putri selalu mengibasi segala hidupnya, ketika sedang makan terbayang wajah sang putri, ketika sedang tidur terbayang wajah sang putri. Durahman selalu ingat rambut panjang sang putri bak mayang terurai, bibirnya kepundung merekah, pokoknya semua tentang Putri Kedaton Cirebon adalah surga bagi Durahman.

   Surti Ngantiwani tertegun ia teringat kakeknya, Elang Cerbon yang pernah berucap, “Ndo...Surti Ngantiwai walaupun anakmu nanti terlahir di tengah desa yang jauh dari keraton, anakmu akan tetap menjadi satria pinandita sebab masih ketetesan darah Sinuhun Kanjeng Sunan Gunung Jati.” Sesaat ucapan Elang Cerbon lenyap, yang nampak dihadapannya hanyalah wajah Syarief Durahman.

  “Durahman kalau kamu masih tetap ingin melamar Putri Kedaton Kasepuhan Cirebon, lebih baik kau pergi dari rumah ini, Emak tidak sudi menjadi ibumu.” Suara Surti Ngantiwani laksana petir di siang bolong memecah kesunyian. Takdir tak dapat dipungkir, kodrat yang tidak papak setingkat derajat manusia jelata dengan ningkrat yang mengharuskan adanya kegundahan. Durahman pun pergi meninggalkan rumah ngarayana entah kemana tak tahu rimbanya. '

  Durahman meninggalkan rumah menyusuri pesisir Kali Cimanuk, duduk termenung memandang cakrawala, yang terlihat olehnya kenangan masa kecil di tepian Kali Cimanuk. Saat itu, tiap kali kantuk hendak menutup mata, Hanafi sang ayah selalu tetembangan Tapal Adam. “Sekedip Netra ngerupa gilang gumilang lir surya ingkang dipun sebut lintang jauhar ”

  Durahman tersenyum. Masa kecil yang indah. Detik menit berlalu. Durahman memejamkan mata ketika hanafl ayahnya meninggal di laut. ‘Engkau tidak akan pernah mati, Bapak. Tidak!” Wejangan Hanafi sebelum berangkat melaut seolah ternyiang kembali” Kamu pernah lahir dari rahim sempit emak kamu, menuju alam dunya yang terlihat luas. Insya Allah, kamu juga akan lahir dari rahim bumi Dermayu ke alam akherat yang amat sangat maha luas. Saat megatruh, memecat ruh, saat itu pula ribuan malaikat tebarkan kemenyan iman di ruhmu. Kamu akan terbang bagai burung menuju lintang Jauhar”

    Durahman mencari lintang Jauhar di sela-sela daun mangrove. Ah, ia melihat kemilau cahaya, gilang gumilang Ijntang jauhar Sesaat suara ibunya kembali ternyiang ketika, terpaksa pergi jauh meninggalkan Desa Eretan_ Nelangsa Durahman seolah ingatkan Sinden Mimi Hajah Dariyah nyayikan tembang Cerbon Pegot (Cerbon terputus)" Sun besuk mariya eman/Yen wonten grananing sasi/srengenge kembar lelima/Lintang alit gumilar sing/sawiji lan hana urip/Mung sira kelawan isun/Matiya mungging suwarga.

     Kesadaran sufisme Hanafl pada anaknya menjadi titik awal memaknai jihad Fi sabilila. Di setiap khutbah Jumat seolah iman dan takwa yang utama alirkan pesan Kanjeng Sinuhun Jati Purba " Sun titip tajug lan fakir miskin ". Pesan kultural bahwa inti dari jihad akbar bukan pada perlawanan terhadap kekuasaan tapi pada upaya memakmurkan masjid dengan amalan-amalan soleh dan memberdayakan fakir miskin. Miskin itu indah. Itulah sebabnya menusa Dermayu kerap tuturkan kearifan tinutur kultur kuno bahwa sangu urip dudu emas dudu pari, tetapi guna kaya purun ingkan den atenapi nuhoni trah utama. Bekal hidup bukan pada gemerlap harta emas mutu manikam, tetapi pada kekayaan akal, kolbu dan orioentasi istikamah menjadi manusia utama. Apa itu menusa utama? Sunan Gunung Djati menyebutnya menusa yang bisa dititipi tajug lan fakir miskin. Sejenis the eloquency of silence memanjakan kefasihan dalam kebisuan dinding sejarah kuno. Sesuatu yang gelap hening hening eling yang membuat manusia terperangkap dalam diam. Maklum, ketika diam, akan banyak percakapan yang bisa didengar.

   Dalam diam, suara risau akan mengalir hingga jauh. Dalam diam, diam-diam kita menyadari bahwa republik ini adalah republik predator, surga bagi para koruptor. Selalu saja di media televisi tercium bau busuk demokrasi comprachios. Selalu saja ada rezim kekuasaan yang dibangun berdasar kartel-kartel politik yang menjijikan yang di dalamnya ada banyak kekuasaan oligarki bersifat holistic.

    Sementara di Keraton Cirebon, Sultan Matangaji sedang diseba para pinangeran, dan para Elang. Wajahnya murung memikirkan putri kesayanganya yang sakit parah, banyak tabib didatangkan dari berbagai daerah seperti Majalengka, Ciamis, Bandung, Banten, Sumedang Larang, Kediri, Demak, Jakarta dan daerah lainnya tetapi tidak ada yang mampu mengobatinya. Sultan panik karena satu minggu lagi sang putri akan dinikahkan dengan putra mahkota Kerajaan Paseh, Aceh. Sultan akhirnya mengambil keputusan untuk membuat sayembara siapa yang bisa menyembuhkan putrinya, apabila ia perempuan akan dijadikan anak, dan apabila laki-laki akan dinikahkan dengan Putri Sekar Kedaton. Berita pun tersebar luas.

      Di dalam Keraton hilir mudik tamu dari berbagai kerajaan berdatangan, diyakini mereka adalah orang-orang yang gagal mengikuti sayembara. Di depan gerbang kraton tampak hulubalang yang beringas. Matanya memandangi kedatangan Durahman yang berperawakan ceking memakai iket wulung, celana kombor, baju batik mega mendung dan kain sarung di pinggangnya.

“Pengemis dilarang masuk” bentak salah satu hulubalang yang tinggi besar .
  
   Ribut adu mulut di gerbang kraton terdengar sampai ke telinga Sultan. Beliau menanyakan duduk perkara Yang terjadi. Jelas kiranya maksud pemuda yang disanng pengemis oleh hulubalang berniat untuk ikut sayembara. Setelah dipersilahkan masuk, sang pemuda meminta segelas air putih, untuk dicampurkan dengan ramuan yang telah ia racik. sang pemuda meminumkan dua tiga tegukan ke mulut sang putri.

    Lima menit kemudian, keringat dingin keluar dari tubuh sang putri. Ia bangkit dari tidurnya, sesaat sang putri meminta diantar ke belakang puri keraton. Sekonyong-konyong sang putri ingin buang air besar. Sultan menjadi semakin panik, “Hai pemuda apabila terjadi yang tidak-tidak dengan putriku kau akan dihukum pancung di alun-alun.” Sultan berkerut kening. Karena Sang Putri tidak keluat-keluar dari puri Istana. Sultan semakin gelisah ia menganggap sang pemuda meracun sang putri, karena buang air besar terus menerus. “Pengawal tangkap pemuda itu.”,Perintah Sultan.

“Tunggu, tunggu sebentar...Pemuda itu telah menyelamatkan nyawa hamba dia tidak bersalah” Sela sang putri yang baru keluar dari puri keraton.

“Lepaskan dia prajurit!” Hardik Sultan.“Kau pemenang sayembara, anak muda!”

   Seminggu setelah itu datanglah rombongan dari Paseh membawa lamaran yang dahulu sudah disepakati Sultan Cirebon dengan Kerajaan Paseh. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, kebingungan Sultan semakin menjadi. “Nak Mas Durahman saya memohon maaf, karena sebenarnya Putri Sekar Kedaton sudah saya jodohkan dengan Pangeran Paseh. Sebagai penggantinya silahkan mintalah apapun keinginanmu, karena nak mas telah menyembuhkan putri saya.” Dengan wajah penuh hormat Durahman berucap “Saya hanya orang biasa Kanjeng Sultan, saya merasa bangga sudah memberikan yang terbaik untuk Kesultanan Cirebon, hamba tidak meminta apa-apa, saya hanya berdoa semoga Putri Sekar Kedaton hidup bahagia,” ucap Durahman sembari memohon pamit.

                                                                                          Jatibarang, 21 Agustus 2017

Keterangan:

Elang             : Gelar kebangsawan Keraton Cirebon.
Gawe Lelaku : Membuat amalan baik, sambil berdakwah menyebarkan agama Islam.
Kebukten       : Terbukti
Ngarayana     : Mengembara
.................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................
PRAKATA

     Penerbit buku " Lelaki yang Tubuhnya Habis Dimakan Ikan-ikan Kecil ": Antologi 25 Cerpen Pesisir Nusantara Tingkat Nasional Tahun 2017. Lomba berlangsung sekitar dua bulan ( pertengahan Agustus hingga awal Oktober 2017 ). Kegiatan tersebut di selenggarakan dalam rangka Festifal Cimanuk 2017 pada Hari Jadi Indramayu,Jawa Barat.

     Lomba di lakukan sebagai bagian dari apreisasi dan exresi sastra di Nusantara. Pengiriman naskah di lakukan bukan secara online, tetapi pengiriman naskah tertulis melalui pos. Buku ini merupakan hasil dari lomba tersebut, yang menetapkan 25 cerpen terpilih untuk di masukan dalam sebuah antologi. Selain itu, di antara 25 cerpen tersebut, Dewan Juri juga telah menetapkan 6 cerpen terbaik.

     Terlepas dari kegiatan yang bersifat ' dalam rangka " menulis cerpen merupakan aktifitas yang seharusnya di beri ruang yang lebih leluasa. Menulis, bukan hanya berkaitan erat dengan progam literasi yang tengah di galakan pemerintah dewasa ini. Menulis, juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat kontemplasi dalam memandang maupun mengapreisasi berbagai sisi kehidupan. Memandang dan meng apreisasi kehidupan nelayan, pantai, pesisir, laut dan aktivitas kemaritiman di Nusantara adalah salah satunya, yang tentu saja, dengan berbagi pandangan, pemikiran, perasaan, san intuisi.

     Even ini juga bisa di maknai sebagai wahana untuk menyalurkan pandangan, pemikiran, perasaan, maupun para cerpenis yang masuk antologi ini cukup beragam dari sisi kepengarangan,pengalaman, usia, pendidikan, kedaerahan, maupun domisili. Keberagaman ini bagi kami, juga, memperkaya khazanah dan warna sastra serta daya ungkapnya.

     Harapan kami, dengan adanya even ini dapat memberi sumbangan, sekecil apapun, pada geregap sastra di daerah maupun Nusantara. Mudah-mudahan even serupa dapat kami lanjutkan secara ajeg dan kontinyu. Tidak lupa pula, kami mengucapkan terima kasih kepada Dewan Juri, yakni Joni AriadinataDoddi Ahmad Fauji, dan Saptaguna.

     Salam sastra dari Indramayu !

                                                                                                    Indramayu, Oktober 2017


                                                                                        H. Tatang Sutardi, S.Sos. M. Si
                                                                                                      Ketua Festival Cimanuk 2017




Penulis :
Mashdar Zaenal ( Darwanto ), dkk

xxi halaman + 220 halaman, 13,5 cm x 20 cm

ISBN : 978-602-5557-08-8

Cetakan pertama, Oktober 2017

Tim Kreatif:
Yohanto A. Nugraha
Dedi Apriadie Raswin
Agung Nugroho
Acep Syahril
Hadi Santosa
Sihabudin Lebe
Saptaguna
Siswo Prayitmo

Cover: Lukisan " Lelaki dan Ikan Merah " karya Dirot Kadirah

Foto lukisan: Agus " Pur " Purnomo
Desain cover dan isi: Prajnaparamita

Penerbit:
Rumah Pustaka
Jl. Nyi Endang Darma No. 13 Cimanuk Barat Rt.23/Rw.06
Perumahan Taman Sindang
Indramayu, Jawa Barat
WA 081223067807
email : saptaguna_bumi@yahoo.com

bekerjasama dengan
Panitia Festival Cimanuk 2017
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
All rights reserved
...........................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................


Mohon maaf bila ada salah kata atau ucapan dalam penulisan kami ......

Untuk melihat kegiatan kegiatan TBM LENTERA HATI  lihat saja  DI SINI ya ..........
Untuk melihat puisi - puisi lainnya silahkan klik DI SINI
Untuk membaca cerita atau cerpen silahkan klik DI SINI
Untuk download Software,Game,atau Video tingggal klik DI SINI
Bagi yang suka baca berita seputar Indramayu silahkan klik DI SINI
Untuk yang suka membaca Novel DI SINI

Terima Kasih sudah mengunjngi Blog kami TBM LENTERA HATI
Kami tunggu Kritik dan Sarannya  !!!
**
Untuk teman teman yang mempunyai cerpen, puisi, novel, dan lainnya juka ingin di publish di sini silahkan kirim file nya ke email : tbm.lenterahati@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form