FATAMORGANA
pernyataan Ki Kuwu Akhirnya kebukten. Dari data yang penulis peroleh di Djawa Baru dan Kan Po koran yang terbit masa penjajahan Jepang terurai bahwa kedatangan Jepang diterima melalui siaran radio pada tanggal 3 Maret 1942, Jepang mendarat di Eretan. Tempatnya di Kampung Sumur Sereh.
Dalam diam, suara risau akan mengalir hingga jauh. Dalam diam, diam-diam kita menyadari bahwa republik ini adalah republik predator, surga bagi para koruptor. Selalu saja di media televisi tercium bau busuk demokrasi comprachios. Selalu saja ada rezim kekuasaan yang dibangun berdasar kartel-kartel politik yang menjijikan yang di dalamnya ada banyak kekuasaan oligarki bersifat holistic.
Ribut adu mulut di gerbang kraton terdengar sampai ke telinga Sultan. Beliau menanyakan duduk perkara Yang terjadi. Jelas kiranya maksud pemuda yang disanng pengemis oleh hulubalang berniat untuk ikut sayembara. Setelah dipersilahkan masuk, sang pemuda meminta segelas air putih, untuk dicampurkan dengan ramuan yang telah ia racik. sang pemuda meminumkan dua tiga tegukan ke mulut sang putri.
...........................
Cerpen Wahyu Iryana
Sumur Sereh,
Eretan adalah nama salah satu daerah yang berderet di sepanjang Kali Cimanuk,
tempat Ki Kuwu Sankan pernah gawe lelaku. Ki Kuwu pemah berujar bahwa besuk ana wong kate muncul jebul sing sumur sereh (nanti dikemudian hari akan datang orang
bertubuh kate muncul dari Sumur Sereh). Ki Kuwu memang sakti, dia mampu
menembus sekat-sekat roda zaman, weruh sedurunge winara, mampu melihat jauh ke
depan,
pernyataan Ki Kuwu Akhirnya kebukten. Dari data yang penulis peroleh di Djawa Baru dan Kan Po koran yang terbit masa penjajahan Jepang terurai bahwa kedatangan Jepang diterima melalui siaran radio pada tanggal 3 Maret 1942, Jepang mendarat di Eretan. Tempatnya di Kampung Sumur Sereh.
Need for
Achivement (kebutuhan berprestasi) masyarakat nelayan Dermayu dalam etos kerja
hanya didasarkan atas dua hal. Pertama adalah kebutuhan dasar hidup. Kedua
adalah keluarga, Dua hal inilah yang mendorong dan membuat masyarakat nelayan
Pantura bekerja setiap hari menangkap ikan di laut. Tujuh tahun setelah Jepang
mendarat di Eretan. Kehidupan masyarakat pesisir masih tetap konsisten
dimanjakan dari hasil tangkapan laut. Sebut saja keluarga Durahman yang masih
ajeg mempertahankan tradisi santri pesisir, selalu ngemong ngurip-urip agamae
gusti Allah dan tetap mempertahankan khasanah kearifan lokal, seperti nadran,
ngunjungan sumur sereh dan sebagainya.
Sejak ayahnya
meninggal dunia, Durahman hidup berdua dengan Emaknya Surti Ngantiwani sebagai
seorang buruh cuci keliling. Hanafi ayah Durahman meninggal ketika melaut tepat
ketika air pasang malam riraya. Empat tahun lamanya mereka berkabung, nama
Hanafi seolah tidak terdengar lagi. Menurut Mang Talkiban, nelayan yang
menyaksikan Hanafi mencari ikan. Perahu Hanafi terbalik terhempas ombak laut.
Ya, memang Hanafi adalah lelaki tangguh dan bertanggungjawab, ia adalah tulang
punggung keluarga, sejak memberanikan diri melamar Surti Ngantiwani sebagai
turunan ningrat Kasultanan Cirebon, ia bertekad selama hidupnya akan
membahagiakan Surti Ngantiwani.
Anak semata
wayangnya Syarief Durahman ia sekolahkan sampai lulus sekolah rakyat selebihnya
Durahman habiskan waktu di Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon asuhan Kiai
Sanusi sanad mursyid dari pendiri Pesantren
Babakan, Ki Jatira. Asar menjelang, Surti Ngantiwani pulang ke rumah dengan
membawa 20.000 rupiah hasil buruh nyuci di keluarga Haji Dulgani. Nampak jelas
lelah diwajah Surti yang semakin menua. Sifat kesederhanaannya mencerminkan
ciri khas darah biru Kasultanan Cirebon. Ya, memang Surti Ngantiwani masih
memiliki darah biru, sejak menikah dengan Hanafi seorang nelayan yang hidup
sebagai rakyat biasa darah ningrat Surti Ngantiwani luntur, mungkin inilah
pilihan seorang wanita sejati yang rela hidup sebagai wong cilik. Sudah menjadi
pepakem apabila seorang keluarga keraton wanita menikah dengan pemuda biasa
maka darah ningratnya terhapus dengan sendirinya.
“Mak kenapa
sih hidup kita sengsara, katanya Emak masih keturunan ningrat?” celetuk
Durahman membuka pembicaraan. Surti Ngantiwani tertegun mendengar pertanyaan
anaknya, lamunannya menerawang jauh, terbayang kembali masa-masa kecil di
Kraton Kesultanan, dahulu ia masih dipanggil Nyi Mas Ratu Kusuma Ayu Surti
Ngantiwani Diningrat. “Cung, hidup iku aja ngoyo, kudu bersyukur Gusti Allah
iku maha weruh lan ngandita,” jawab Surti N gantiwani menasehati anaknya.
Semenjak
Durahman pulang dari Pesta Nadran di Laut Eretan, ia mendadak menjadi pendiam. Nanar matanya, tidak bisa membohongi ada kegundahan hati Yang disembunyikan.
Benar saja, semenjak ia melihat Wajah cantik Putri Sekar Kedaton Sultan
Cirebon. Durahman
selalu mengurung diri, terkadang Durahman tertawa-tawa sendiri, selang waktu
yang lain bercakapcakap dengan bantal guling, persis seperti orang gila.
“Cung, kamu
lagi jatuh cinta? Tiap hari dandan terus, kaya dalang sandiwara Cablek, rambut
leles, clana glombrang persis mirip raja dangdut. Bicara saja anak mana?
Anaknya Mang Sarman tah, Cucunya Bi Wasnltl tah penjual surabi, atau anaknya
Mang Kardipan yang punya gilingan padi?” perkataan Emaknya menyadarkan lamunan
Durahman.
“Bukan Mak,
anaknya Mang Sarman kakinya pengkor, cucue Bi Wasniti gagu, anaknya Mang
Kardipan bibirnya sumbing”
“Lah terus
sapa cung? biar nanti Emak akan lamarkan.”
“Anu.. Mak,
mmmm Putri Sekar Kedaton Cirebon.”
Durahman
akhirnya memberanikan diri untuk bercerita yang sesungguhnya kepada Emaknya,
bahwa ia sedang mencintai anak dari Sultan Cirebon, Putri Sekat Kedaton yang
cantik jelita. Sejak pertemuan pertama dalam acara panjang jimat muludan di
Kraton Kesultanan Cirebon, wajah sang putri selalu mengibasi segala hidupnya,
ketika sedang makan terbayang wajah sang putri, ketika sedang tidur terbayang
wajah sang putri. Durahman selalu ingat rambut panjang sang putri bak mayang
terurai, bibirnya kepundung merekah, pokoknya semua tentang Putri Kedaton
Cirebon adalah surga bagi Durahman.
Surti
Ngantiwani tertegun ia teringat kakeknya, Elang Cerbon yang pernah berucap,
“Ndo...Surti Ngantiwai walaupun anakmu nanti terlahir di tengah desa yang
jauh dari keraton, anakmu akan tetap menjadi satria
pinandita sebab masih ketetesan darah Sinuhun Kanjeng Sunan Gunung Jati.”
Sesaat ucapan Elang Cerbon lenyap, yang nampak dihadapannya hanyalah wajah
Syarief Durahman.
“Durahman kalau
kamu masih tetap ingin melamar Putri Kedaton Kasepuhan Cirebon, lebih baik kau
pergi dari rumah ini, Emak tidak sudi menjadi ibumu.” Suara Surti Ngantiwani
laksana petir di siang bolong memecah kesunyian. Takdir tak dapat dipungkir,
kodrat yang tidak papak setingkat derajat manusia jelata dengan ningkrat yang
mengharuskan adanya kegundahan. Durahman pun pergi meninggalkan rumah
ngarayana entah kemana tak tahu rimbanya. '
Durahman
meninggalkan rumah menyusuri pesisir Kali Cimanuk, duduk termenung memandang
cakrawala, yang terlihat olehnya kenangan masa kecil di tepian Kali Cimanuk.
Saat itu, tiap kali kantuk hendak menutup mata, Hanafi sang ayah selalu
tetembangan Tapal Adam. “Sekedip Netra ngerupa gilang gumilang lir surya ingkang dipun sebut lintang jauhar ”
Durahman
tersenyum. Masa kecil yang indah. Detik menit berlalu. Durahman memejamkan mata
ketika hanafl ayahnya meninggal di laut. ‘Engkau tidak akan pernah mati,
Bapak. Tidak!” Wejangan Hanafi sebelum berangkat melaut seolah ternyiang
kembali” Kamu pernah lahir dari rahim sempit emak kamu, menuju alam dunya yang
terlihat luas. Insya Allah, kamu juga akan lahir dari rahim bumi Dermayu ke
alam akherat yang amat sangat maha luas. Saat megatruh, memecat ruh, saat itu
pula ribuan malaikat tebarkan kemenyan iman di ruhmu. Kamu akan terbang bagai
burung menuju lintang Jauhar”
Durahman
mencari lintang Jauhar di sela-sela daun mangrove. Ah, ia melihat kemilau
cahaya, gilang gumilang Ijntang jauhar Sesaat suara ibunya kembali ternyiang
ketika, terpaksa pergi jauh meninggalkan Desa Eretan_ Nelangsa Durahman seolah
ingatkan Sinden Mimi Hajah Dariyah nyayikan tembang Cerbon Pegot (Cerbon
terputus)" Sun besuk mariya eman/Yen wonten grananing sasi/srengenge kembar lelima/Lintang alit gumilar sing/sawiji lan hana urip/Mung sira kelawan isun/Matiya mungging suwarga.
Kesadaran
sufisme Hanafl pada anaknya menjadi titik awal memaknai jihad Fi sabilila. Di setiap khutbah Jumat seolah iman dan takwa yang utama alirkan
pesan Kanjeng Sinuhun Jati Purba " Sun titip tajug lan fakir miskin ". Pesan
kultural bahwa inti dari jihad akbar bukan pada perlawanan terhadap kekuasaan
tapi pada upaya memakmurkan masjid dengan amalan-amalan soleh dan memberdayakan
fakir miskin. Miskin itu indah. Itulah sebabnya menusa Dermayu kerap tuturkan
kearifan tinutur kultur kuno bahwa sangu urip dudu emas dudu pari, tetapi guna
kaya purun ingkan den atenapi nuhoni trah utama. Bekal hidup bukan pada
gemerlap harta emas mutu manikam, tetapi pada kekayaan akal, kolbu dan
orioentasi istikamah menjadi manusia utama. Apa itu menusa utama? Sunan Gunung
Djati menyebutnya menusa yang bisa dititipi tajug lan fakir miskin. Sejenis
the eloquency of silence memanjakan kefasihan dalam kebisuan dinding sejarah
kuno. Sesuatu yang gelap hening hening eling yang membuat manusia terperangkap
dalam diam. Maklum, ketika diam,
akan banyak percakapan yang bisa didengar.
Dalam diam, suara risau akan mengalir hingga jauh. Dalam diam, diam-diam kita menyadari bahwa republik ini adalah republik predator, surga bagi para koruptor. Selalu saja di media televisi tercium bau busuk demokrasi comprachios. Selalu saja ada rezim kekuasaan yang dibangun berdasar kartel-kartel politik yang menjijikan yang di dalamnya ada banyak kekuasaan oligarki bersifat holistic.
Sementara di
Keraton Cirebon, Sultan Matangaji sedang diseba para pinangeran, dan para
Elang. Wajahnya murung memikirkan putri kesayanganya yang sakit parah, banyak
tabib didatangkan dari berbagai daerah seperti Majalengka, Ciamis, Bandung,
Banten, Sumedang Larang, Kediri, Demak, Jakarta dan daerah lainnya tetapi tidak
ada yang mampu mengobatinya. Sultan panik karena satu minggu lagi sang putri
akan dinikahkan dengan putra mahkota Kerajaan Paseh, Aceh. Sultan akhirnya
mengambil keputusan untuk membuat sayembara siapa yang bisa menyembuhkan
putrinya, apabila ia perempuan akan dijadikan anak, dan apabila laki-laki akan
dinikahkan dengan Putri Sekar Kedaton. Berita pun tersebar luas.
Di dalam
Keraton hilir mudik tamu dari berbagai kerajaan berdatangan, diyakini mereka
adalah orang-orang yang gagal mengikuti sayembara. Di depan gerbang kraton
tampak hulubalang yang beringas. Matanya memandangi kedatangan Durahman yang
berperawakan ceking memakai iket wulung, celana kombor, baju batik mega mendung
dan kain sarung di pinggangnya.
“Pengemis
dilarang masuk” bentak salah satu hulubalang
yang tinggi besar .
Ribut adu mulut di gerbang kraton terdengar sampai ke telinga Sultan. Beliau menanyakan duduk perkara Yang terjadi. Jelas kiranya maksud pemuda yang disanng pengemis oleh hulubalang berniat untuk ikut sayembara. Setelah dipersilahkan masuk, sang pemuda meminta segelas air putih, untuk dicampurkan dengan ramuan yang telah ia racik. sang pemuda meminumkan dua tiga tegukan ke mulut sang putri.
Lima menit
kemudian, keringat dingin keluar dari tubuh sang putri. Ia bangkit dari
tidurnya, sesaat sang putri meminta diantar ke belakang puri keraton.
Sekonyong-konyong sang putri ingin buang air besar. Sultan menjadi semakin
panik, “Hai pemuda apabila terjadi yang tidak-tidak dengan putriku kau akan
dihukum pancung di alun-alun.” Sultan berkerut kening. Karena Sang Putri tidak
keluat-keluar dari puri Istana. Sultan semakin gelisah ia menganggap sang
pemuda meracun sang putri, karena buang air besar terus menerus. “Pengawal
tangkap pemuda itu.”,Perintah Sultan.
“Tunggu,
tunggu sebentar...Pemuda itu telah menyelamatkan nyawa hamba dia tidak
bersalah” Sela sang putri yang baru keluar dari puri keraton.
“Lepaskan dia
prajurit!” Hardik Sultan.“Kau pemenang sayembara, anak muda!”
Seminggu
setelah itu datanglah rombongan dari Paseh membawa lamaran yang dahulu sudah
disepakati Sultan Cirebon dengan Kerajaan Paseh. Sudah jatuh tertimpa tangga
pula, kebingungan Sultan semakin menjadi. “Nak Mas Durahman saya memohon maaf, karena sebenarnya Putri Sekar Kedaton sudah saya jodohkan
dengan Pangeran Paseh. Sebagai penggantinya silahkan mintalah apapun
keinginanmu, karena nak mas telah menyembuhkan putri saya.” Dengan wajah penuh
hormat Durahman berucap “Saya hanya orang biasa Kanjeng Sultan, saya merasa
bangga sudah memberikan yang terbaik untuk Kesultanan Cirebon, hamba tidak
meminta apa-apa, saya hanya berdoa semoga Putri Sekar Kedaton hidup
bahagia,” ucap Durahman sembari memohon pamit.
Jatibarang,
21 Agustus 2017
Keterangan:
Elang : Gelar
kebangsawan Keraton Cirebon.
Gawe Lelaku :
Membuat amalan baik, sambil berdakwah menyebarkan agama Islam.
Kebukten :
Terbukti
Ngarayana : Mengembara
.................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................
PRAKATA
Penerbit buku " Lelaki yang Tubuhnya Habis Dimakan Ikan-ikan Kecil ": Antologi 25 Cerpen Pesisir Nusantara Tingkat Nasional Tahun 2017. Lomba berlangsung sekitar dua bulan ( pertengahan Agustus hingga awal Oktober 2017 ). Kegiatan tersebut di selenggarakan dalam rangka Festifal Cimanuk 2017 pada Hari Jadi Indramayu,Jawa Barat.
Lomba di lakukan sebagai bagian dari apreisasi dan exresi sastra di Nusantara. Pengiriman naskah di lakukan bukan secara online, tetapi pengiriman naskah tertulis melalui pos. Buku ini merupakan hasil dari lomba tersebut, yang menetapkan 25 cerpen terpilih untuk di masukan dalam sebuah antologi. Selain itu, di antara 25 cerpen tersebut, Dewan Juri juga telah menetapkan 6 cerpen terbaik.
Terlepas dari kegiatan yang bersifat ' dalam rangka " menulis cerpen merupakan aktifitas yang seharusnya di beri ruang yang lebih leluasa. Menulis, bukan hanya berkaitan erat dengan progam literasi yang tengah di galakan pemerintah dewasa ini. Menulis, juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat kontemplasi dalam memandang maupun mengapreisasi berbagai sisi kehidupan. Memandang dan meng apreisasi kehidupan nelayan, pantai, pesisir, laut dan aktivitas kemaritiman di Nusantara adalah salah satunya, yang tentu saja, dengan berbagi pandangan, pemikiran, perasaan, san intuisi.
Even ini juga bisa di maknai sebagai wahana untuk menyalurkan pandangan, pemikiran, perasaan, maupun para cerpenis yang masuk antologi ini cukup beragam dari sisi kepengarangan,pengalaman, usia, pendidikan, kedaerahan, maupun domisili. Keberagaman ini bagi kami, juga, memperkaya khazanah dan warna sastra serta daya ungkapnya.
Harapan kami, dengan adanya even ini dapat memberi sumbangan, sekecil apapun, pada geregap sastra di daerah maupun Nusantara. Mudah-mudahan even serupa dapat kami lanjutkan secara ajeg dan kontinyu. Tidak lupa pula, kami mengucapkan terima kasih kepada Dewan Juri, yakni Joni Ariadinata, Doddi Ahmad Fauji, dan Saptaguna.
Salam sastra dari Indramayu !
Indramayu, Oktober 2017
H. Tatang Sutardi, S.Sos. M. Si
Ketua Festival Cimanuk 2017
Penulis :
Mashdar Zaenal ( Darwanto ), dkk
xxi halaman + 220 halaman, 13,5 cm x 20 cm
ISBN : 978-602-5557-08-8
Cetakan pertama, Oktober 2017
Tim Kreatif:
Yohanto A. Nugraha
Dedi Apriadie Raswin
Agung Nugroho
Acep Syahril
Hadi Santosa
Sihabudin Lebe
Saptaguna
Siswo Prayitmo
Cover: Lukisan " Lelaki dan Ikan Merah " karya Dirot Kadirah
Foto lukisan: Agus " Pur " Purnomo
Desain cover dan isi: Prajnaparamita
Penerbit:
Rumah Pustaka
Jl. Nyi Endang Darma No. 13 Cimanuk Barat Rt.23/Rw.06
Perumahan Taman Sindang
Indramayu, Jawa Barat
WA 081223067807
email : saptaguna_bumi@yahoo.com
bekerjasama dengan
Panitia Festival Cimanuk 2017
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
All rights reserved
...........................................................................................................................................................................
Mashdar Zaenal ( Darwanto ), dkk
xxi halaman + 220 halaman, 13,5 cm x 20 cm
ISBN : 978-602-5557-08-8
Cetakan pertama, Oktober 2017
Tim Kreatif:
Yohanto A. Nugraha
Dedi Apriadie Raswin
Agung Nugroho
Acep Syahril
Hadi Santosa
Sihabudin Lebe
Saptaguna
Siswo Prayitmo
Cover: Lukisan " Lelaki dan Ikan Merah " karya Dirot Kadirah
Foto lukisan: Agus " Pur " Purnomo
Desain cover dan isi: Prajnaparamita
Penerbit:
Rumah Pustaka
Jl. Nyi Endang Darma No. 13 Cimanuk Barat Rt.23/Rw.06
Perumahan Taman Sindang
Indramayu, Jawa Barat
WA 081223067807
email : saptaguna_bumi@yahoo.com
bekerjasama dengan
Panitia Festival Cimanuk 2017
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
All rights reserved
...........................................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................................
Mohon maaf bila ada salah kata atau ucapan dalam penulisan kami ......
Untuk melihat puisi - puisi lainnya silahkan klik DI SINI
Untuk membaca cerita atau cerpen silahkan klik DI SINI
Untuk download Software,Game,atau Video tingggal klik DI SINI
Bagi yang suka baca berita seputar Indramayu silahkan klik DI SINI
Untuk yang suka membaca Novel DI SINI
Terima Kasih sudah mengunjngi Blog kami TBM LENTERA HATI
Kami tunggu Kritik dan Sarannya !!!
**
Untuk teman teman yang mempunyai cerpen, puisi, novel, dan lainnya juka ingin di publish di sini silahkan kirim file nya ke email : tbm.lenterahati@gmail.com